Senyum dan tawa manisnya tak lagi ada di
kelas kami. Langkah lincahnya pun tak lagi meliar mengisi kesunyian di kelas
kami. Ya, dia telah pergi. Meninggalkan berbagai macam pertanyaan dalam benak
teman-teman sekelasnya. Dia pergi tanpa mengucap kata perpisahan.
Gadis cilik berjilbab panjang berdarah
Kalimantan, Dina Salsabila. Dalam benakku masih tercetak jelas bagaimana
goresan wajah ayunya, pipi tembem, tubuh mungil, mata yang selalu berbinar, dan
mulut tipisnya yang tak pernah berhenti bertanya. Bagaimana aku bisa
melupakannya dalam sekejap, pertemuan pertama dengannya di dalam kelas saja
sudah membuatku terperanjat terpesona. Dia gadis yang mengagumkan.
Rasa ingin tahu yang dimiliki Dina
membuatnya sering bertanya. Dia tidak pernah takut atau malu dalam
mengungkapkan apa yang dipikirkannya. Itulah yang membuatku terkesan. Apa yang
ia bicarakan tidak pernah sembarangan dan kosong. Ucapannya punya makna.
Sebagian sifatnya sama seperti anak yang
lain. Dina gadis cilik yang manja dan selalu mencoba menarik perhatian. Yang
kusuka, Dina melakukan itu dengan cara yang khas. Dengan kemampuan, kecerdasan,
dan prestasi yang ia miliki.
Kehadiran Dina di kelasku menyita banyak
perhatian guru dan teman-temannya. Sebagian temannya senang dengan kehadiran Dina.
Dia gadis yang baik dan penyayang. Namun, ada beberapa teman yang membencinya.
Suatu ketika, Dina pernah bercerita kepadaku. Dia sedih karena beberapa dari
temannya membencinya. Dia bilang, teman di kelasnya tidak bisa akur dan rukun.
Beberapa malah membentuk kelompok-kelompok sendiri. Dina tidak marah karena
sudah dijahili dan dibenci. Dia hanya menyayangkan kenapa temannya bersikap
seperti itu kepadanya? Apakah dia pernah berbuat jahat kepada mereka.
Hari ini aku
membacakan cerita itu di kelas. Anak-anak kelas V mendengarkan dengan baik. Aku
juga menceritakan tentang curahan hati Dina beberapa waktu lalu sewaktu gadis
cilik itu bermain di depan rumah. Aku menceritakan tentang kaos kaki Dina yang
hilang. Tentang Dina yang bingung hari Senin harus memakai kaos kaki apa,
karena yang ia punya hanya kaos kaki hitam.
Beberapa ada
yang tersentuh dan merasa bersalah setelah mendengar ceritaku itu. Usai
pelajaran, Naomi (anak yang pernah berbuat jahil pada Dina) mengatakan kalau
dia merindukan Dina. Menyayangkan kehadiran Dina yang sudah tidak ada lagi di
kelas. Ya, penyesalah selalu datang diakhir dan kita menyadari seseorang itu
sangat berharga setelah kehilangan sosoknya.
Dina, semoga kau bahagia di kampung
halamanmu sana….
Seruyan Raya, 19 Desember 2014