Sabtu, 20 Desember 2014

DINA YANG CERIA

Senyum dan tawa manisnya tak lagi ada di kelas kami. Langkah lincahnya pun tak lagi meliar mengisi kesunyian di kelas kami. Ya, dia telah pergi. Meninggalkan berbagai macam pertanyaan dalam benak teman-teman sekelasnya. Dia pergi tanpa mengucap kata perpisahan.
Gadis cilik berjilbab panjang berdarah Kalimantan, Dina Salsabila. Dalam benakku masih tercetak jelas bagaimana goresan wajah ayunya, pipi tembem, tubuh mungil, mata yang selalu berbinar, dan mulut tipisnya yang tak pernah berhenti bertanya. Bagaimana aku bisa melupakannya dalam sekejap, pertemuan pertama dengannya di dalam kelas saja sudah membuatku terperanjat terpesona. Dia gadis yang mengagumkan.
Rasa ingin tahu yang dimiliki Dina membuatnya sering bertanya. Dia tidak pernah takut atau malu dalam mengungkapkan apa yang dipikirkannya. Itulah yang membuatku terkesan. Apa yang ia bicarakan tidak pernah sembarangan dan kosong. Ucapannya punya makna.
Sebagian sifatnya sama seperti anak yang lain. Dina gadis cilik yang manja dan selalu mencoba menarik perhatian. Yang kusuka, Dina melakukan itu dengan cara yang khas. Dengan kemampuan, kecerdasan, dan prestasi yang ia miliki.
Kehadiran Dina di kelasku menyita banyak perhatian guru dan teman-temannya. Sebagian temannya senang dengan kehadiran Dina. Dia gadis yang baik dan penyayang. Namun, ada beberapa teman yang membencinya. Suatu ketika, Dina pernah bercerita kepadaku. Dia sedih karena beberapa dari temannya membencinya. Dia bilang, teman di kelasnya tidak bisa akur dan rukun. Beberapa malah membentuk kelompok-kelompok sendiri. Dina tidak marah karena sudah dijahili dan dibenci. Dia hanya menyayangkan kenapa temannya bersikap seperti itu kepadanya? Apakah dia pernah berbuat jahat kepada mereka.

Hari ini aku membacakan cerita itu di kelas. Anak-anak kelas V mendengarkan dengan baik. Aku juga menceritakan tentang curahan hati Dina beberapa waktu lalu sewaktu gadis cilik itu bermain di depan rumah. Aku menceritakan tentang kaos kaki Dina yang hilang. Tentang Dina yang bingung hari Senin harus memakai kaos kaki apa, karena yang ia punya hanya kaos kaki hitam.
Beberapa ada yang tersentuh dan merasa bersalah setelah mendengar ceritaku itu. Usai pelajaran, Naomi (anak yang pernah berbuat jahil pada Dina) mengatakan kalau dia merindukan Dina. Menyayangkan kehadiran Dina yang sudah tidak ada lagi di kelas. Ya, penyesalah selalu datang diakhir dan kita menyadari seseorang itu sangat berharga setelah kehilangan sosoknya.

Dina, semoga kau bahagia di kampung halamanmu sana….


Seruyan Raya, 19 Desember 2014

Tidak ada komentar: