Doraboji malgo tteonagara
Ito nareul chatji malgo saragara
Neoreu saranghaegie huhoe eopgie
Johatdeon gieongman gajyeogara
Geureokjeoreok chama bolmahae
Geureokjereok gyeondyeo naelmanhae
Neon geureolsurok haengbokhaeyadwae
Haruharu mudyeojyeo ga eh eh eh
Daffino Arhaki Wilberd terbangun
oleh bunyi alarm jam bekernya. Ia mengerjab seraya meraba bagian meja sebelah
kanannya, meraih jam beker yang memekakan telinga. Pukul 8.15 yang terlihat
pada jam beker digitalnya. Ia bangkit seketika, buru-buru menghambur ke dalam
kamar mandi.
Lima belas menit kemudian, Daffin
telah selesai dengan acara mandi paginya. Handuk biru melilit menutupi bagian
bawah tubuhnya. semantara itu bagian atas tubuhnya dibiarkan terbuka,
menampakkan dada bidangnya yang tergolong putih itu. Ia tak lagi terburu-buru.
Dengan santainya Daffin duduk pada pinggir tempat tidurnya. Ujung bibirnya
terangkat ke atas mendapati seseorang masih terpejam di atas tempat tidurnya
itu. Tangan kekar Daffin bergerak dengan lembut membelai wajah seorang gadis
cantik. "Jess, bangun. Kamu nggak kuliah, hmm?" sapanya lirih.
Jessica Kinanti hanya menggeliat,
menarik selimutnya ke atas menutupi bagian wajahnya. Ia sama sekali tak
mempedulikan ucapan Daffin. Huft. Daffin menghela napas sejenak. Beginikah calon istriku?batinnya.
Daffin tak kehilangan akal. Ia
menarik ujung selimut Jessica, membuat wajah gadis cantik itu terlihat. Tanpa
aba-aba bibir Daffin sudah menempel pada bibir gadisnya. Daffin melumat lembut,
tak peduli dengan keadaan gadisnya yang masih terpejam. Lima menit berlangsung
dengan keadaan sama. Daffin menambah keintensnan ciumannya. Ia melumat dengan
ganas, menggigit bibir bawah Jessica. Alhasil sang pemiliknya membuka mata,
melotot terkejut. "Da...hmp..fin..." Jessica tak mampu mengeluarkan
suaranya dengan jelas. Lidah Daffin telah masuk memenuhi rongga mulutnya,
mengekploitasi dengan ganasnya tiap sisi di dalamnya. Jessica tak mau menyerah
begitu saja, tangannya terangkat menyentuh dada bidang Daffin lalu mendorongnya
sekuat tenaga. Daffin terlalu kuat, sedikit pun tak bergerak oleh dorongan dari
Jessica. "Hmmp." Jessia kembali bergumam. Senyum tipis tersungging di
bibir Daffin. Pria berwajah tampan itu melepaskan ciumannya.
"Bagaimana bisa bangunkan
sekarang?" ujar Daffin, tampak puas sudah berhasil mengganggu Jessica.
"Jahat sekali! Aku kan masih
lelah, apa nggak bisa kasih waktu aku untuk tidur sebentar saja?" gerutu
Jessica.
"Memangnya tidurmu semalam
kurang, hmm?" Daffin bangkit menuju almari pakaian di sisi kanan tempat
tidurnya. Jessica sendiri bangkit berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan
mengunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Kurang! Kau mengerjaiku
habis-habisan, apa kau tak mengingat itu?" teriak Jessica. Daffin
terkekeh, benaknya berkelana membayangkan kejadian semalam. Ia memang sengaja
tak membiarkan Jessica beristirahat dengan cukup nyenyak.
"Bukannya kamu suka?"
ejek Daffin.
Tak ada jawaban dari Jessica.
Hanya terdengar suara siraman air. Ah, dia tak mendengarnya. Daffin pun
bergegas keluar kamar setelah memakai pakaian lengkap. Ia perlu membuat sarapan
sebelum berangkat ke kampus.
***
Daffin dan Jessica terkenal
sebagai pasangan paling serasi di kampusnya. Tiga tahun sudah mereka menjalin
hubungan. Dan setengah tahun menjelang kelulusan mereka – lebih tepatnya
kemarin – Daffin telah menyematkan cincin emas putih bermata berlian ke jari
manis Jessica.
"Wuih makin lengket aja
kalian," seru Alex ketika Daffin dan Jessica memasuki ruang kelas. Dua
orang pria di samping dan depan Alex pun langsung menatap sepasang sejoli itu.
"Ngiri lo?" sahut
Daffin sembari duduk di belakang Alex. Sedangkan Jessica duduk di samping kanan
Daffin. Pipinya merah tersipu malu.
"Enggak tuh, gue kan masih
punya Mini," balas Alex.
"Ah, tapi nggak bisa selalu
ketemu kan? Beda kampus gitu," timpal Lesnar yang duduk di samping Alex.
"Mending dari pada lo
ngejomblo. Mantan ketua BEM yang nggak laku," ejek Alex.
Pletak. Sebuah jitakan mendarat
mulus di kepala Alex. "Enak aja lo. Gue tuh bukannya gak laku, tapi emang
guenya aja yang ogah. Banyak tuh cewek yang gue tolak!"
Leon yang duduk di depan Alex
memutar posisi duduknya menghadap Alex. "Sudah..sudah...ada mie ayam
baru...makan dulu sana!" Pletak Pletak. Dua pukulan secara bergantian
mendarat di kepala pria berambut tipis itu. "Ah, kalian berdua tega amat
sih!" dengus Leon kesal. Daffin dan beberapa orang yang melihat tinggah
para pria itu hanya bisa menggeleng kepala heran.
"Nggak berubah ya kalian
itu..ckck," ujar Daffin. Mata bening pria itu mengarah pada Lesnar yang
tengah beranjak dari tempat duduknya semula "Ck, Asdos kita mau mulai
pekuliahan nih," gumamnya.
"Asdos gila!" timpal
Alex. Dan benar saja Lesnar membuka mulutnya memberitahukan bahwa kuliah yang
ia ampu akan ia mulai.
***
Daffin membiarkan peluh membasahi
wajah gantengnya. Di tangan kanannya sebuah bola basket ia pantulkan membentur
lantai lapangan indoor. Sudah bukan
hal baru untuk pria yang masih memiliki darah Australia itu. Hampir setiap hari
ia memainkannya, entah itu sendiri seperti yang dilakukannya sekarang atau
bersama timnya. Sementara itu pada tribun penonton, seorang gadis sebaya dengan
Daffin dengan mata berbinar memandangi sosok pria itu. Kehebatan Daffin dalam
segala hal memang selalu dapat membuat gadis itu terpesona.
Bruk. Tatapan mata bening gadis
berambut ikal sepunggung itu berubah cemas ketika mendapati pria yang
dikaguminya terjatuh. Gadis itu tak tinggal diam. Dengan cepat ia bangkit
berlari menghampiri Daffin. "Daff, lo baik-baik aja kan?" ujarnya
cemas. Daffin terdiam, bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya. Dadanya
terasa sesak tiba-tiba. "Daffin..." Gadis itu memanggil Daffin sekali
lagi. Daffin mendongakkan kepala. Senyum paksa ia tampilkan untuk menutupi rasa
sakit yang tiba-tiba mendera sistem pernapasannya.
"Gue nggak apa-apa,"
jawab Daffin seraya bangkit berdiri. Gadis yang mencemaskannya refleks
membantunya, memapah Daffin ke pinggir lapangan. "Makasih, Han," ucap
Daffin. Ia duduk di pinggir lapangan, mengusap peluh yang memenuhi wajahnya
dengan handuk kecil.
"Lo yakin nggak apa-apa,
Daff?" tanya Hana sekali lagi. Ia tak dapat tenang bila melihat wajah
Daffin pucat seperti sekarang ini.
"Gue baik-baik aja, Han...cuma
pusing kelelahan doang tadi," kilah Daffin.
"Yakin?" Kening Hana
berkerut memandangi Daffin. Pria itu hanya mengangguk.
***
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar