Kamis, 07 Juni 2012

Haruharu (1)


Doraboji malgo tteonagara
Ito nareul chatji malgo saragara
Neoreu saranghaegie huhoe eopgie
Johatdeon gieongman gajyeogara
Geureokjeoreok chama bolmahae
Geureokjereok gyeondyeo naelmanhae
Neon geureolsurok haengbokhaeyadwae
Haruharu mudyeojyeo ga eh eh eh

Daffino Arhaki Wilberd terbangun oleh bunyi alarm jam bekernya. Ia mengerjab seraya meraba bagian meja sebelah kanannya, meraih jam beker yang memekakan telinga. Pukul 8.15 yang terlihat pada jam beker digitalnya. Ia bangkit seketika, buru-buru menghambur ke dalam kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, Daffin telah selesai dengan acara mandi paginya. Handuk biru melilit menutupi bagian bawah tubuhnya. semantara itu bagian atas tubuhnya dibiarkan terbuka, menampakkan dada bidangnya yang tergolong putih itu. Ia tak lagi terburu-buru. Dengan santainya Daffin duduk pada pinggir tempat tidurnya. Ujung bibirnya terangkat ke atas mendapati seseorang masih terpejam di atas tempat tidurnya itu. Tangan kekar Daffin bergerak dengan lembut membelai wajah seorang gadis cantik. "Jess, bangun. Kamu nggak kuliah, hmm?" sapanya lirih.

Jessica Kinanti hanya menggeliat, menarik selimutnya ke atas menutupi bagian wajahnya. Ia sama sekali tak mempedulikan ucapan Daffin. Huft. Daffin menghela napas sejenak. Beginikah calon istriku?batinnya.

Daffin tak kehilangan akal. Ia menarik ujung selimut Jessica, membuat wajah gadis cantik itu terlihat. Tanpa aba-aba bibir Daffin sudah menempel pada bibir gadisnya. Daffin melumat lembut, tak peduli dengan keadaan gadisnya yang masih terpejam. Lima menit berlangsung dengan keadaan sama. Daffin menambah keintensnan ciumannya. Ia melumat dengan ganas, menggigit bibir bawah Jessica. Alhasil sang pemiliknya membuka mata, melotot terkejut. "Da...hmp..fin..." Jessica tak mampu mengeluarkan suaranya dengan jelas. Lidah Daffin telah masuk memenuhi rongga mulutnya, mengekploitasi dengan ganasnya tiap sisi di dalamnya. Jessica tak mau menyerah begitu saja, tangannya terangkat menyentuh dada bidang Daffin lalu mendorongnya sekuat tenaga. Daffin terlalu kuat, sedikit pun tak bergerak oleh dorongan dari Jessica. "Hmmp." Jessia kembali bergumam. Senyum tipis tersungging di bibir Daffin. Pria berwajah tampan itu melepaskan ciumannya.

"Bagaimana bisa bangunkan sekarang?" ujar Daffin, tampak puas sudah berhasil mengganggu Jessica.

"Jahat sekali! Aku kan masih lelah, apa nggak bisa kasih waktu aku untuk tidur sebentar saja?" gerutu Jessica.

"Memangnya tidurmu semalam kurang, hmm?" Daffin bangkit menuju almari pakaian di sisi kanan tempat tidurnya. Jessica sendiri bangkit berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan mengunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Kurang! Kau mengerjaiku habis-habisan, apa kau tak mengingat itu?" teriak Jessica. Daffin terkekeh, benaknya berkelana membayangkan kejadian semalam. Ia memang sengaja tak membiarkan Jessica beristirahat dengan cukup nyenyak.

"Bukannya kamu suka?" ejek Daffin.

Tak ada jawaban dari Jessica. Hanya terdengar suara siraman air. Ah, dia tak mendengarnya. Daffin pun bergegas keluar kamar setelah memakai pakaian lengkap. Ia perlu membuat sarapan sebelum berangkat ke kampus.
***

Daffin dan Jessica terkenal sebagai pasangan paling serasi di kampusnya. Tiga tahun sudah mereka menjalin hubungan. Dan setengah tahun menjelang kelulusan mereka – lebih tepatnya kemarin – Daffin telah menyematkan cincin emas putih bermata berlian ke jari manis Jessica.

"Wuih makin lengket aja kalian," seru Alex ketika Daffin dan Jessica memasuki ruang kelas. Dua orang pria di samping dan depan Alex pun langsung menatap sepasang sejoli itu.

"Ngiri lo?" sahut Daffin sembari duduk di belakang Alex. Sedangkan Jessica duduk di samping kanan Daffin. Pipinya merah tersipu malu.

"Enggak tuh, gue kan masih punya Mini," balas Alex.

"Ah, tapi nggak bisa selalu ketemu kan? Beda kampus gitu," timpal Lesnar yang duduk di samping Alex.

"Mending dari pada lo ngejomblo. Mantan ketua BEM yang nggak laku," ejek Alex.

Pletak. Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Alex. "Enak aja lo. Gue tuh bukannya gak laku, tapi emang guenya aja yang ogah. Banyak tuh cewek yang gue tolak!"

Leon yang duduk di depan Alex memutar posisi duduknya menghadap Alex. "Sudah..sudah...ada mie ayam baru...makan dulu sana!" Pletak Pletak. Dua pukulan secara bergantian mendarat di kepala pria berambut tipis itu. "Ah, kalian berdua tega amat sih!" dengus Leon kesal. Daffin dan beberapa orang yang melihat tinggah para pria itu hanya bisa menggeleng kepala heran.

"Nggak berubah ya kalian itu..ckck," ujar Daffin. Mata bening pria itu mengarah pada Lesnar yang tengah beranjak dari tempat duduknya semula "Ck, Asdos kita mau mulai pekuliahan nih," gumamnya.

"Asdos gila!" timpal Alex. Dan benar saja Lesnar membuka mulutnya memberitahukan bahwa kuliah yang ia ampu akan ia mulai.
***

Daffin membiarkan peluh membasahi wajah gantengnya. Di tangan kanannya sebuah bola basket ia pantulkan membentur lantai lapangan indoor. Sudah bukan hal baru untuk pria yang masih memiliki darah Australia itu. Hampir setiap hari ia memainkannya, entah itu sendiri seperti yang dilakukannya sekarang atau bersama timnya. Sementara itu pada tribun penonton, seorang gadis sebaya dengan Daffin dengan mata berbinar memandangi sosok pria itu. Kehebatan Daffin dalam segala hal memang selalu dapat membuat gadis itu terpesona.

Bruk. Tatapan mata bening gadis berambut ikal sepunggung itu berubah cemas ketika mendapati pria yang dikaguminya terjatuh. Gadis itu tak tinggal diam. Dengan cepat ia bangkit berlari menghampiri Daffin. "Daff, lo baik-baik aja kan?" ujarnya cemas. Daffin terdiam, bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya. Dadanya terasa sesak tiba-tiba. "Daffin..." Gadis itu memanggil Daffin sekali lagi. Daffin mendongakkan kepala. Senyum paksa ia tampilkan untuk menutupi rasa sakit yang tiba-tiba mendera sistem pernapasannya.

"Gue nggak apa-apa," jawab Daffin seraya bangkit berdiri. Gadis yang mencemaskannya refleks membantunya, memapah Daffin ke pinggir lapangan. "Makasih, Han," ucap Daffin. Ia duduk di pinggir lapangan, mengusap peluh yang memenuhi wajahnya dengan handuk kecil. 

"Lo yakin nggak apa-apa, Daff?" tanya Hana sekali lagi. Ia tak dapat tenang bila melihat wajah Daffin pucat seperti sekarang ini.

"Gue baik-baik aja, Han...cuma pusing kelelahan doang tadi," kilah Daffin.

"Yakin?" Kening Hana berkerut memandangi Daffin. Pria itu hanya mengangguk.
***

Bersambung....

Tidak ada komentar: